Loading...

Memuat halaman...

Berita

Sejahterakan Guru Non-ASN, Kemenag Siap Bangun Ekosistem Filantropi Pendidikan

Selasa, 09 September 2025
Sejahterakan Guru Non-ASN, Kemenag Siap Bangun Ekosistem Filantropi Pendidikan
FGD “Membangun Ekosistem Filantropi Pendidikan Agama dan Keagamaan: Strategi Peningkatan Kesejahteraan Guru Non-ASN dalam Perspektif Kebijakan Publik Berbasis ZISWAF.

Jakarta (BMBPSDM)---Pusat Strategi Kebijakan Pendidikan Agama dan Keagamaan (Pustrajak Penda), Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BMBPSDM) Kementerian Agama RI tengah mempersiapkan agenda pengumpulan data terkait filantropi dari lembaga zakat untuk para guru Non ASN.

 

Kepala Pustrajak Penda, Rohmat Mulyana Sapdi, menjelaskan bahwa survei ini mengusung tema “Membangun Ekosistem Filantropi Pendidikan Agama dan Keagamaan: Strategi Peningkatan Kesejahteraan Guru Non-ASN dalam Perspektif Kebijakan Publik Berbasis ZISWAF.”

 

“Survei ini lahir dari empat akar persoalan utama filantropi pendidikan: sifat bantuan yang masih insidental, lemahnya tata kelola, rendahnya transparansi, serta ketiadaan regulasi yang komprehensif,” ujarnya saat membuka resmi diskusi terbatas bersama peneliti BRIN di Jakarta, Selasa (9/9/2025).

 

“Jika hal ini terus dibiarkan, konsekuensinya adalah ketimpangan pendidikan, inefisiensi filantropi, dan stagnasi kualitas pembelajaran,” sambung Rohmat di hadapan para peserta diskusi.

 

Guru Besar Bidang Pendidikan Nilai UIN Sunan Gunung Djati Bandung ini menjelaskan bahwa penelitian ini menargetkan lahirnya kebijakan publik yang mampu memenuhi tiga tujuan utama. Pertama, pemenuhan hak dasar guru non-ASN.

 

“Kedua, penguatan ekosistem filantropi pendidikan, dan ketiga yaitu optimalisasi distribusi zakat secara adil dan transparan,” terangnya.

 

“Ini bukan sekadar wacana filantropi, tetapi bagaimana zakat, infak, sedekah, dan wakaf bisa benar-benar menjadi instrumen peningkatan kualitas pendidikan agama dan keagamaan,” tegas Rohmat.

 

Hasil pengumpulan data akan menjadi dasar penyusunan regulasi teknis, sinkronisasi data EMIS, kampanye literasi zakat, hingga replikasi program secara nasional. “Kuncinya adalah membangun ekosistem bersama untuk menyejahterakan guru non-ASN dalam jihad pendidikan,” tandasnya.

 

Potensi Filantropi ZISWAF

Peneliti BRIN Juju Saepudin dalam paparannya menyebut bahwa data menunjukkan pertumbuhan signifikan filantropi berbasis zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ZISWAF). Misalnya, Lazismu dalam dua tahun terakhir mencatat kenaikan lebih dari 157 persen di sejumlah daerah.

 

“Hal ini dipandang sebagai peluang besar untuk meningkatkan kesejahteraan guru non-ASN yang selama ini belum sepenuhnya terakomodasi dalam kebijakan publik,” kata Saep, sapaan akrabnya.

 

Menurut dia, pengumpulan data ini diarahkan untuk merumuskan strategi kebijakan berbasis bukti (policy brief). Ada empat strategi utama yang dikaji. Pertama, menetapkan guru non-ASN sebagai mustahik prioritas dengan merujuk pada legitimasi syariah dari MUI dan ormas Islam.

 

“Kedua, digitalisasi zakat berbasis profesi agar data guru non-ASN dapat terpantau dan distribusi lebih tepat sasaran. Ketiga, kolaborasi ekosistem filantropi dengan Baznas sebagai penghubung, komunitas lokal sebagai validator, dan ormas sebagai pelaksana,” paparnya.

 

Keempat, pendidikan dan literasi donatur untuk mengubah pola pikir zakat dari konsumtif menjadi produktif dan berkelanjutan.

 

Ia menambahkan bahwa proyek percontohan di wilayah strategis yang menjadi lokus berada di 10 provinsi, seperti Aceh, Riau, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Kalimantan Timur, NTB, dan Sulawesi Selatan.

 

Sejumlah daerah dipilih karena praktik baiknya. Seperti Majalengka dengan program beasiswa kompetensi guru, Sidoarjo dengan pelatihan transformasi digital, Demak dengan kolaborasi Baznas–ormas, serta Yogyakarta dengan program Bakti Guru Muhammadiyah dan beasiswa internasional.

 

Hadir dalam diskusi tersebut Kabag Kerja Sama, Koordinasi, dan Harmonisasi BAZNAS Moh. Basit, perwakilan sejumlah LAZ ormas keagamaan, dan peneliti BRIN.

 

(Ova)

 


Editor: Dewi Ayu Indah Diantiningrum

Fotografer: -