Berita
Kemenag Luncurkan Kurikulum Berbasis Cinta, Tekankan Pendidikan Afektif di Madrasah
Penulis

Ciputat (BMBPSDM)---Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kemenag RI, Nyayu Khodijah, mengatakan implementasi Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) di madrasah tidak boleh berhenti pada tataran kognitif.
Hal tersebut dikemukakan Nyayu saat memberikan arahan dalam Training of Facilitator (TOF) KBC yang digelar Kementerian Agama.
Nyayu mengingatkan bahwa inti ajaran agama adalah cinta. Al-Qur’an, yang menjadi sumber utama Islam, memiliki inti pada Surah Al-Fatihah, dan jika diperas lebih jauh, berpusat pada lafaz Bismillahirrahmanirrahim. “Ar-Rahman itu bermakna cinta. Cinta yang tidak terbatas pada Muslim saja, tetapi kepada seluruh makhluk,” jelasnya di Ciputat, Minggu malam (7/9/2025).
Menurutnya, KBC sejatinya tidak perlu ada jika guru agama mampu mengajar dengan baik dan benar. Namun, realitas menunjukkan bahwa praktik pendidikan agama selama ini sering terjebak pada aspek keimanan, pengetahuan, ibadah, dan pengamalan, sementara aspek penghayatan terabaikan. “Tidak mungkin orang bisa mengamalkan tanpa penghayatan. Inilah yang coba dijawab KBC,” ujar Guru Besar Psikologi Pendidikan UIN Raden Fatah Palembang ini.
Nyayu menjelaskan bahwa KBC menyentuh lima dimensi religiusitas, yaitu keimanan, pengetahuan, penghayatan, peribadatan, dan pengamalan, serta selaras dengan taksonomi Bloom yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Jika pendidikan nasional cenderung berhenti di kognitif, maka KBC hadir untuk menekankan dimensi afektif. “Kegagalan pendidikan selama ini karena tidak menyentuh ranah afektif, padahal itu sangat penting,” tegasnya.
Lebih jauh, Nyayu menekankan pentingnya menjadikan peserta didik sebagai subjek aktif, bukan sekadar objek pembelajaran. Guru, lanjutnya, tidak diminta untuk mengajar “cinta” sebagai materi baru, melainkan menjadikan cinta sebagai roh dari semua pelajaran dan aktivitas pendidikan. Bahkan, KBC menurutnya bisa diimplementasikan lintas mata pelajaran maupun dalam pembentukan kultur madrasah.
“Semua unsur di madrasah, kepala sekolah, guru, hingga petugas kebersihan, punya peran dalam menularkan cinta melalui keteladanan. Suasana sekolah yang penuh kasih akan membentuk karakter anak,” ungkapnya.
Nyayu juga menekankan pentingnya memberi pengalaman kepada siswa untuk mengenal dan menghormati tradisi agama lain, agar cinta benar-benar tumbuh dalam praktik sosial.
Sebagai indikator keberhasilan KBC, Nyayu menyebut tiga hal: madrasah ramah lingkungan, madrasah ramah anak, dan kesejahteraan mental siswa. “Guru yang baik adalah yang mengajar dengan penuh cinta, memperlakukan anak didik seperti anaknya sendiri,” katanya.
Menutup arahannya, Nyayu memberikan pesan bahwa keberhasilan KBC bukan terletak pada perubahan teknis semata, melainkan pada transformasi mindset dan sikap guru. “Mindset guru harus penuh cinta. Dengan itu, roh pendidikan akan hidup, dan anak-anak kita akan tumbuh dengan kasih sayang,” ujarnya .
Editor: Abas
Fotografer: -
Terkini

Semangat Tanpa Batas, Edwinsya Buktikan Disabilitas Bukan Halangan untuk Mengabdi
22 Oct 2025
Berita

Menag: Kesantunan Bangsa Indonesia Lahir dari Tradisi Pesantren
22 Oct 2025
Berita

Langit Berbahasa, Langit Bercerita
22 Oct 2025
Opini

Kado Hari Santri, Presiden Setujui Pembentukan Ditjen Pesantren
22 Oct 2025
Berita

Apologet terhadap Narasi Tunggal tentang Pesantren: Melihat dari Sejarah Kaya Kyai, Santri, dan Tradisi Asrama di Indonesia
22 Oct 2025
Opini
Berita Lainnya

Semangat Tanpa Batas, Edwinsya Buktikan Disabilitas Bukan Halangan untuk Mengabdi
22 Oct 2025

Menag: Kesantunan Bangsa Indonesia Lahir dari Tradisi Pesantren
22 Oct 2025
oleh Humas Kemenag

Kado Hari Santri, Presiden Setujui Pembentukan Ditjen Pesantren
22 Oct 2025

Dari Pesantren, Lahir Generasi Berakhlak dan Cerdas
22 Oct 2025
oleh Zakiatu Husnil Fuada Harahap

Moderasi Beragama: Mengembalikan Cara Beragama ke Jantung Ajaran
22 Oct 2025
oleh Zakiatu Husnil Fuada Harahap