Memuat...

BMBPSDM Kementerian Agama RI

Memuat halaman...

Layanan Disabilitas

Ukuran Teks

Kontras

Pembaca Teks

Opini

Buku Ekoteologi: Mengamalkan Dharma, Menghidupkan Ecoreligiocultural

Siky Hendro Wibowo

Penulis

Kamis, 23 Oktober 2025
Buku Ekoteologi: Mengamalkan Dharma, Menghidupkan Ecoreligiocultural
Siky Hendro Wibowo

Oleh: Siky Hendro Wibowo, S.Kom, M.Pd

Analis Kebijakan Ahli Madya, Direktorat Jenderal Bimas Buddha, Kementerian Agama Republik Indonesia

 

Jakarta (BMBPSDM)---Di tengah krisis lingkungan yang semakin parah—deforestasi, polusi, dan ancaman perubahan iklim—kita sebagai umat Buddha dituntut untuk merenungkan dan mengamalkan Buddha Dharma sebagai solusi bagi ibu bumi yang terluka. Buku Ekoteologi: Mengamalkan Iman, Melestarikan Lingkungan, yang diterbitkan oleh Kementerian Agama telah hadir menjadi panduan yang menggugah kesadaran ekologi. Sebagai bagian dari implementasi Asta Protas 2025–2029, buku ini bukan sekadar karya teologis, melainkan cermin reflektif yang mengajak kita untuk kembali pada akar spiritualitas Buddha Dharma serta praktik luhur kearifan lokal sebagai kunci pemulihan, keselarasan serta keharmonisan dengan alam.

 

Krisis Lingkungan sebagai Krisis Spiritual

Krisis ekologi yang kita hadapi bukanlah hanya permasalahan teknis seperti pengelolaan limbah atau penanggulangan emisi karbon. Di balik banjir, kekeringan, maupun polusi, tersimpan krisis nilai dan spiritualitas umat manusia. Dalam ajaran Buddha, konsep Bhuvana Smrti—kesadaran ekologis yang berlandaskan pada hukum pratītyasamutpāda (Sayutta Nikāya 12:62)—menegaskan bahwa semua fenomena saling terkait. Krisis ekologi merupakan manifestasi dari tiga racun batin: lobha (keserakahan), dosa (kebencian), dan moha (kebodohan). Buku Ekoteologi ini menawarkan perspektif bahwa merawat bumi adalah bagian dari praktik spiritual yang mendalam, sebuah pengamalan Dharma yang menuntun kita pada kebijaksanaan (prajna), cinta kasih (maitri), welas asih (karuna), serta tanpa kekerasan (ahisa).

Kehidupan Sang Buddha sendiri adalah teladan keselarasan dan keharmonisan antara manusia dengan semesta. Beliau lahir di Taman Lumbini, mencapai pencerahan di bawah Pohon Bodhi, membabarkan Dharma pertama di Taman Rusa Isipatana, serta wafat di bawah pohon Sala kembar di Kusinara (Ekoteologi, halaman 56). Peristiwa Animisa Sattaha, ketika Sang Buddha menatap Pohon Bodhi sebagai ungkapan terima kasih, menjadi simbol relasi mendalam antara manusia dengan alam. Vanaropa Sutta (Sayutta Nikāya 1.47) juga memuat perintah tentang pelestarian taman (aramaropa) maupun hutan (vanaropa) yang memiliki nilai kebajikan luhur, yang mencerminkan kesadaran nilai-nilai ekologis yang sesuai dengan Dharma.

 

Ecoreligiocultural: Mengintegrasikan Dharma dan Kearifan Lokal

Salah satu keunggulan buku Ekoteologi adalah penekanannya pada pendekatan ecoreligiocultural—perpaduan nilai-nilai keagamaan dengan kearifan lokal masyarakat adat yang telah lama hidup selaras dengan alam. Di Indonesia, inisiatif seperti program eco-enzim oleh WALUBI dan PERMABUDHI sejak 2021 telah mengurangi 54% limbah organik melalui fermentasi buah dan sayur menjadi desinfektan dan pupuk alami (Ekoteologi, halaman 77). Program ini mencerminkan ahisa dengan mengelola sampah tanpa merusak lingkungan dan karuna dengan menciptakan lingkungan bersih untuk semua makhluk. Kolaborasi dengan dinas lingkungan hidup di Jakarta juga memperkuat bank sampah dan pengolahan limbah bernilai ekonomis, mendukung target Net Zero Emission. Gerakan Vihara hijau merupakan penerapan Ekoteologi berbasis ekosistem Rumah Ibadah oleh Komunitas Sangha di Vihara Borobudur sejak tahun 2009.

Festival Tribhuwana Manggala Bhakti di Kulon Progo sejak 2016, menjadi teladan nyata penerapan ecoreligiocultural. Tribuana Manggala Bakti merupakan upacara yang memadukan kerafian lokal dan budaya jawa dengan prinsip-prinsip kesadaran ekologis yang bersumber dari ajaran Buddha. Festival ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan Waisak dengan membersihkan dan memanfaatkan sumber mata air sebagai tirta suci Waisak, penanaman pohon Bodhi dan Mahoni, pelepasan burung endemik, serta pembebasan ikan guna memperkuat pelestarian matra bumi, udara, dan air di kawasan Gunung Kelir. Acara ini juga menjadi wadah musyawarah lintas iman untuk harmoni ekologi. Inisiatif ini menggambarkan bagaimana nilai-nilai Buddha berpadu dengan kearifan lokal untuk mewujudkan pelestarian lingkungan.

 

Ekoteologi dalam Kebijakan Publik

Sebagai Analis Kebijakan, saya menekankan bahwa ekoteologi tidak boleh berhenti pada tataran individu atau komunitas. Nilai-nilai Bhuvana Smrti harus diintegrasikan ke dalam kebijakan publik. Perlindungan kawasan suci ekologis, penghormatan terhadap hak masyarakat adat, dan penguatan vihara sebagai pusat edukasi Bhuvana Smrti merupakan langkah strategis. Buku Ekoteologi menyediakan kerangka konseptual dan operasional untuk mendukung kebijakan ini, sejalan dengan Asta Protas 2025–2029. Untuk memperkuat kesadaran ekologis, gerakan nyata di tingkat global seperti gerakan Tree Ordination di Thailand—di mana biksu “menahbiskan” pohon untuk melindungi hutan—dapat diadaptasi di Indonesia. Mengingat ajaran Buddha memiliki berbagai pohon pencerahan maupun pohon mitologis yang dapat digunakan sebagai pohon endemik penghijauan.

 

Panggilan untuk Bertindak

Ekoteologi: Mengamalkan Iman, Melestarikan Lingkungan adalah lonceng kesadaran bagi umat Buddha dan masyarakat luas. Buku ini mengajak kita untuk menjadikan Dharma sebagai energi penyembuh bagi ibu bumi. Buku ini juga mengingatkan bahwa pemulihan ekologi bukan hanya tentang memperbaiki kerusakan fisik, tetapi juga tentang pemulihan spiritual kita sebagai manusia. Saya mengajak Anda untuk segera membaca buku ini, yang tersedia melalui Kementerian Agama RI, dan mengamalkan ajarannya melalui tindakan nyata: membuat eco-enzim di rumah, menanam pohon di vihara hijau, atau bergabung dalam Festival Eco-Religio-Cultural. Setiap halaman buku ini adalah undangan untuk mewujudkan Bhuvana Smrti dalam setiapan gerakan aksi lingkungan secara masif dan berkelanjutan.

Dalam dunia yang terjebak konsumerisme dan eksploitasi, Bhuvana Smrti mengingatkan kita bahwa menjaga bumi merupakan bagian perjalanan spiritual menuju Nirvana. Mari kita wujudkan Dharma dalam tindakan nyata demi bumi yang lestari dan kebahagiaan semua makhluk!

 

 

 


Editor: Dewi Ayu Indah Diantiningrum

Fotografer: -