Opini
Pahlawan dan Penjahat
Penulis
Jakarta (BMBPSDM)---Apakah penjahat sama dengan pahlawan? Siapa pun yang mendapat pertanyaan ini hampir pasti akan menjawab “tidak.” Penjahat bukan pahlawan. Penjahat adalah musuh pahlawan. Penjahat adalah mereka yang melakukan kejahatan dan bertindak secara immoral. Sementara pahlawan merepresentasikan kebaikan dan keberanian. Penjahat bertindak kejam atau jahat yang menyebabkan kerusakan. Sebaliknya, pahlawan melakukan tindakan kebajikan yang dengan penuh keberanian berjuang demi kemuliaan.
Sayangnya, dalam kehidupan nyata, batas antara penjahat dan pahlawan tidak selalu hitam-putih. Apa yang disebut tindakan kepahlawanan—tindakan bajik untuk mencapai kemuliaan—sangat tergantung pada sudut pandang. Bayangkan, ada satu kelompok mafia yang selama bertahun-tahun melakukan kejahatan: mencuri, merampok, sampai membunuh. Dalam menjalankan aksinya, mereka saling menjaga, saling menolong, memastikan kesejahteraan keluarga anggota-anggota mafia itu. Mereka hidup seperti keluarga, di mana kesakitan satu orang adalah kesakitan bersama. Semua itu terjadi karena keteladanan, ketegasan, dan kepemimpinan sang ketua mafia.
Selama bertahun-tahun mereka berperang menghadapi polisi yang berusaha menegakkan keamanan dan melindungi masyarakat dari kejahatan mereka. Dalam pertarungan mafia melawan polisi ini, tanyakan pada anggota mafia: siapa pahlawan mereka? Pimpinannya atau polisi? Ajukan pertanyaan yang sama ke anggota polisi dan keluarganya.
Dalam keseharian, penjahat dan pahlawan sering kali hanya persoalan perspektif. Label yang kita pasang acap kali bergantung dari mana sebuah kisah dinarasikan atau pengalaman apa yang pernah kita alami. Konsep “penjahat” dan “pahlawan” dibentuk oleh sudut pandang, latar belakang, dan pengalaman seseorang.
Apa yang membuat seseorang disebut pahlawan, bisa saja oleh kelompok lain dianggap penjahat. Dalam banyak kisah, tokoh protagonis dan antagonis dibangun berdasarkan sudut pandang pencerita. Seseorang yang dianggap pahlawan bisa jadi adalah penjahat bagi musuhnya. Sebaliknya, orang yang disebut penjahat bisa jadi adalah pahlawan di mata kelompoknya. Seseorang disebut antagonis bukan karena ia membela sesuatu yang salah, tetapi karena yang ia perjuangkan berlawanan dengan tujuan protagonis. Menjadi protagonis atau antagonis hanyalah soal dari mana ia dipandang.
Sejarah dipenuhi figur-figur yang reputasinya tergantung siapa yang mengisahkannya. Seseorang bisa dipuja sebagai pahlawan oleh kelompoknya, tapi dianggap penjahat oleh lawannya. Tidak perlu jauh-jauh menyebut William Wallace yang diagungkan sebagai pahlawan oleh bangsa Skotlandia, tapi dianggap penjahat-pemberontak oleh Inggris. Bahkan Sukarno, Proklamator kita, pun dianggap penjahat oleh Belanda.
Gambaran serupa bisa dipantulkan pada pemimpin politik: bisa diagungkan sebagai pahlawan oleh para pendukungnya, tapi bisa jadi adalah penjahat kelas kakap di mata musuhnya. Ini menunjukkan bahwa garis pemisah antara pahlawan dan penjahat hanya setipis kulit ari.
Beberapa film mengangkat tema ambiguitas pahlawan-penjahat ini dengan sangat baik. Misalnya, Joker (2019) yang dibintangi Joaquin Phoenix. Film ini berhasil menjungkirbalikkan pandangan kita tentang siapa penjahat dan siapa pahlawan. Penonton diarahkan untuk berempati pada tokoh yang secara tradisional dianggap sebagai penjahat. Tokoh ini diletakkan dalam sebuah situasi di mana tindakan-tindakannya adalah sebuah pilihan yang tak terhindarkan. Pandangan moral tidak hanya direlativisasi, tapi bahkan dibalik untuk membenarkan sebuah kejahatan dan menjahatkan sang pahlawan.
Memahami peran perspektif dalam label penjahat dan pahlawan membuat kita berpikir kritis. Pemahaman ini tidak hanya mendorong kita keluar dari label-label sederhana, tapi membantu kita untuk berefleksi tentang nilai moral kita sebagai sebuah bangsa. Ini juga akan mengingatkan kita bahwa penjahat hari ini mungkin saja adalah pahlawan di masa depan, atau sebaiknya, tergantung pada bagaimana ia dikisahkan.
Ahmad Inung Sekretaris Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Kementerian Agama RI.
Artikel ini telah tayang dan diambil dari Arina.id (https://www.arina.id/perspektif/ar-an5zq/pahlawan-dan-penjahat)
Editor: Barjah dan Abas
Fotografer: -
Terkini
BDK Bandung Hadirkan Pelayanan Publik Berbasis Cinta di Era Digital
10 Nov 2025
Berita
Sekretaris BMBPSDM: Policy Brief Harus Fungsional, Bukan Sekadar Dokumen
10 Nov 2025
Berita
Tingkatkan Kualitas Layanan, BMBPSDM Bekali ASN dengan Kemampuan Hospitality dan Keprotokolan
10 Nov 2025
Berita
Pusbangkom MKMB Tegaskan Pentingnya Program Pelatihan ASN Berbasis Data
09 Nov 2025
Berita
Potensial Berdayakan Warga, Ditjen Bimas Buddha Akan Padukan Program Prisma Umat di Pengelolaan Dana Paramita
08 Nov 2025
Berita
Opini Lainnya
Dilema Kecerdasan Buatan di Birokrasi: Antara Efisiensi dan Ancaman terhadap Kreativitas ASN
04 Nov 2025
oleh Ardiyanto Hasugian
Mengamalkan Iman, Melestarikan Lingkungan Menjaga Hubungan Harmonis Tuhan- Alam - Manusia (Tian 天 -Di 地 - Ren 人)
27 Oct 2025
Buku Ekoteologi: Mengamalkan Dharma, Menghidupkan Ecoreligiocultural
23 Oct 2025
Langit Berbahasa, Langit Bercerita
22 Oct 2025
oleh Jafar Shodiq
Apologet terhadap Narasi Tunggal tentang Pesantren: Melihat dari Sejarah Kaya Kyai, Santri, dan Tradisi Asrama di Indonesia
22 Oct 2025