Memuat...

BMBPSDM Kementerian Agama RI

Memuat halaman...

Layanan Disabilitas

Ukuran Teks

Kontras

Pembaca Teks

Opini

Standar yang Memerdekakan: Membangun Keotentikan ASN melalui Regulasi Pembelajaran yang Fleksibel

Kamis, 25 September 2025
Standar yang Memerdekakan: Membangun Keotentikan ASN melalui Regulasi Pembelajaran yang Fleksibel
ASDMA Sekjen Kementerian Agama.

Jakarta (BMBPSDM)---Transformasi pengembangan kompetensi ASN kini memiliki payung hukum yang jelas. Peraturan Lembaga Administrasi Negara (Perlan) Nomor 4 Tahun 2025 tentang Konten Pembelajaran menandai pergeseran paradigma fundamental. Regulasi ini menjadi instrumen konkret untuk mengubah ASN dari sekadar "pelaksana tata usaha" menjadi "insan pembelajar sepanjang hayat" yang lentur dan kolaboratif.

Perlan ini tidak hanya mengatur teknis materi, tetapi lebih jauh, ia juga mendefinisikan Konten Pembelajaran sebagai "segala bentuk materi pembelajaran yang disusun untuk mencapai tujuan pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik Peserta" (Pasal 1 Ayat 5). Definisi ini menempatkan kebutuhan dan konteks individu ASN menuju budaya belajar yang hidup. Bukan lagi soal keharusan mengikuti pelatihan, melainkan proses personal yang relevan.

 

Menjawab Tantangan Keotentikan melalui Standarisasi yang Fleksibel

 

Perlan Nomor 4 Tahun 2025 secara cerdas menjawab dilema menjadi "insan otentik" dalam birokrasi dengan menciptakan standarisasi yang justru memungkinkan fleksibilitas dan keberagaman jalur belajar. Hal ini terlihat dari beberapa ketentuan kunci:

Pertama, pengakuan atas beragam gaya belajar (Pasal 2 dan Pasal 3) mengakui berbagai jenis (tekstual, visual, audio, audiovisual) dan bentuk (modul, video, podcast, gamifikasi, dll.) konten pembelajaran. Pengakuan ini menghargai fakta bahwa setiap ASN memiliki cara terbaiknya sendiri dalam menyerap ilmu. Seorang penyuluh agama yang lebih mudah memahami melalui ceramah audio (siniar) atau video simulasi dakwah tidak lagi dipaksa untuk hanya belajar melalui modul tekstual yang kaku. Ini selaras dengan konsep otentisitas, di mana individu memiliki kebebasan untuk memilih dan menentukan cara terbaik untuk berkembang sesuai dengan karakternya.

Kedua, penjaminan kualitas sebagai dasar kepercayaan (Pasal 12) menekankan pentingnya penjaminan kualitas untuk memastikan konten memenuhi standar kelayakan. Dalam konteks keotentikan, ini membangun kepercayaan (trust). ASN dapat secara "otentik" meluangkan waktu dan energi untuk belajar karena yakin bahwa materi yang diaksesnya telah terjamin kualitasnya, bukan sekadar konten sampah yang membuang waktu. Ini menghilangkan keraguan dan mendorong keterlibatan yang jujur dan tulus dengan proses pembelajaran.

Ketiga, siklus pengelolaan yang responsif (Bab III) mengatur tahap pengelolaan yang sistematis, mulai dari perencanaan berdasarkan analisis kebutuhan (Pasal 6), evaluasi efektivitas (Pasal 14), hingga koordinasi dengan LAN. Siklus ini memastikan bahwa konten pembelajaran bukanlah produk statis, tetapi dapat terus disesuaikan dengan kebutuhan nyata ASN di lapangan, termasuk ASN Kementerian Agama yang menghadapi tantangan spesifik seperti moderasi beragama dan literasi digital umat. Dengan demikian, ASN tidak merasa dipaksa belajar hal yang tidak relevan, melainkan merasa difasilitasi untuk menjawab tantangan pekerjaannya secara otentik.

Dengan munculnya kerangka regulasi ini, transformasi kompetensi tidak lagi sekadar wacana, tetapi telah memiliki jalan hukum untuk memastikan bahwa proses pembelajaran benar-benar memartabatkan ASN sebagai subjek pembelajar, bukan objek pelatihan.

 

Transformasi dalam Kerangka Regulasi yang Memberdayakan

 

Perlan Nomor 4 Tahun 2025 adalah langkah maju yang sangat progresif. Namun, keefektifannya akan diuji pada tataran implementasinya secara langsung, dalam hal:

Pertama, regulasi ini memberikan landasan hukum yang kuat untuk mendorong inovasi dalam metode pembelajaran sekaligus menjamin kualitasnya. Keseimbangan antara fleksibilitas bentuk dan penjaminan mutu adalah pencapaian kebijakan yang patut diacungi jempol.

Kedua, tantangan terbesarnya adalah mengisi kerangka yang sudah bagus ini dengan konten-konten berkualitas tinggi yang benar-benar kontekstual bagi ASN Kementerian Agama, serta memastikan akses yang merata untuk mengatasi kesenjangan digital.

Ketiga, ke depan, penting untuk mendorong partisipasi ASN itu sendiri dalam proses perencanaan dan evaluasi (Pasal 6 dan 14). Misalnya, dengan membuat mekanisme umpan balik yang mudah agar ASN seperti Pak Ahmad dapat mengusulkan topik konten berdasarkan masalah riil yang dihadapi. Ini akan semakin memperkuat rasa kepemilikan dan keotentikan dalam proses belajar.

Perlan Nomor 4 Tahun 2025 bukan sekadar aturan teknis. Ia adalah pengakuan resmi bahwa setiap ASN adalah individu unik dengan cara belajarnya masing-masing. Dengan mendukungnya melalui implementasi yang bernyawa, Kementerian Agama dapat membimbing ASN-nya untuk tidak hanya menjadi terampil, tetapi juga menjadi insan pembelajar yang otentik, yang dengan penuh keyakinan dan makna menjalankan tugasnya sebagai pelayan umat di era yang penuh perubahan.

 

 

 


Editor: Abas

Fotografer: -