Loading...

Memuat halaman...

Opini

Mengajar Cinta: Mengimajinasikan Kehidupan yang Terawat

Selasa, 09 September 2025
Mengajar Cinta: Mengimajinasikan Kehidupan yang Terawat
Kurikulum berbasis cinta (Ilustrasi: Arina.id)

Love can only be found through the act of loving. Kalimat dari Paulo Coelho itu seperti masih bergema di telinga ketika saya menutup halaman terakhir dari novel By the River Piedra I Sat Down and Wept. Beberapa hari kemudian, gema “Cinta hanya bisa ditemukan lewat tindakan mencintai” itu menemukan panggungnya sendiri—di ruang pembukaan Training of Fasilitators Kurikulum Berbasis Cinta Angkatan ke-2, sebuah pertemuan yang dikemas sebagai Dialog dari Hati Kurikulum Berbasis Cinta.

 

Selama mengikuti dialog, saya lebih banyak diam, membiarkan imajinasi berjalan; membayangkan sebuah transformasi kemanusiaan yang mungkin akan lahir dari kurikulum ini. 

 

Seandainya kurikulum ini berhasil hidup di ruang kelas, saya membayangkan ribuan guru mengajar dengan hati yang penuh kasih. Mereka bukan sekadar mengisi lembar evaluasi atau memberi pertanyaan kering: “Apa hukum mencintai?” Melainkan menghadirkan cinta sebagai energi transformatif.

 

Mencintai akan mengubah diri kita “lebih dulu” sebelum memberi efek terhadap orang yang kita cintai. Cinta adalah energi yang mengubah kepompong menjadi kupu-kupu agar bunga-bunga bisa dibuahi sehingga kehidupan bisa berlanjut. Cinta adalah energi yang memekarkan kuncup menjadi bunga agar wanginya bisa dibagi. Cinta adalah kehangatan dekap seorang ibu yang sanggup menyusui anaknya saat perutnya kelaparan. Cinta adalah cucuran keringat seorang ayah yang sanggup memanggul beban hidup keluarganya saat tulang punggugnya nyaris patah. Dalam seluruh kisah perjalanan kehidupan ini, cinta bukanlah sesuatu yang mengalihkan perhatian dari jalan kita, melainkan jalan itu sendiri.

 

Cinta tidak ditemukan dalam buku evaluasi yang bertanya apa definisi cinta. Cinta tidak ditemukan melalui hafalan tentang macam-macam cinta. Cinta tidak ditemukan dalam lembar-lembar buku; dalam narasi teori-teori; dalam standar baku kaidah-kaidah. Cinta hanya bisa ditemukan melalui tindakan mencintai. Cinta adalah pengalaman penyatuan dengan yang kita cintai dan bersamanya merayakan energi pertumbuha semesta.

 

Guru yang dipenuhi cinta akan mentransformasi hidupnya dan dunia di sekelilingnya. Setiap sentuhan tangannya adalah energi perubahan yang terpancar dari kedalaman potensi insaniyahnya dan keagungan spritualnya. Mencintai adalah energi yang sanggup mengubah hal biasa menjadi luar biasa. 

 

Perjalanan pengembangan diri tak terpisahkan dari tindakan mencintai. Dengan berani mencintai, kita memperoleh keberanian untuk mengejar impian, kerendahan hati untuk menerima kekurangan kita, dan kebijaksanaan untuk melihat diri kita tercermin dalam setiap orang yang kita temui. Mencintai sesama pada hakikatnya adalah memulai perjalanan penemuan jati diri dan pertumbuhan pribadi. Melalui tindakan mencintai, kita memahami diri sendiri, menghadapi ketakutan kita, dan membuka diri terhadap kemungkinan hidup yang tak terbatas.

 

Ketika kita mencintai, kita selalu berusaha untuk mencapai versi terbaik diri kita. Cinta adalah katalisator yang menginspirasi pertumbuhan. Dengan mencintai orang lain, kita mengembangkan empati, kesabaran, keberanian, dan kerendahan hati. Kebajikan-kebajikan ini bukan sekadar hadiah yang kita tawarkan kepada dunia, melainkan harta karun yang kita temukan dalam diri kita sendiri.

 

Bayangkan apa yang akan terjadi jika ribuan guru hatinya dipenuhi cinta. Ribuan pendidik anak-anak kita ini hatinya akan dipenuhi empati, kesabaran, keberanian, dan kerendahan hati. Empati adalah kekuatan untuk belajar melihat dunia melalui mata orang lain. Guru yang punya empati akan memperluas pemahaannya. Pemahaman sejati datang dari mendengarkan secara mendalam dan merasakan belas kasih atas perjalanan orang lain. Empati melenyapkan batasan ego, memungkinkan kita untuk terhubung pada tingkat yang lebih dalam, lebih otentik.

 

Bayangkan apa yang akan terjadi jika ribuan guru hatinya dipenuhi cinta. Mereka akan mendidik dengan penuh kesabaran. Dalam hal apapun, cinta tidak selalu mudah. Cinta membutuhkan kemampuan untuk menunggu, memaafkan, dan memberi orang waktu untuk tumbuh dan berubah. Melalui cinta, kita belajar nilai kesabaran, baik dengan orang lain maupun dengan diri kita sendiri.

 

Bayangkan apa yang akan terjadi jika ribuan guru hatinya dipenuhi cinta. Mereka akan membangkitkan keberanian dalam dada anak-anak kita dalam mengarungi kehidupan. Mencintai selalu membutuhkan keberanian untuk membuka hati, untuk mengambil risiko kekecewaan atau kehilangan. Sering kali kita menemukan bahwa tindakan paling berani adalah mencintai tanpa jaminan, percaya bahwa perjalanan akan membawa kepada jati diri yang sebenarnya.

 

Sering kali penghalang terbesar untuk mencintai orang lain—dan untuk pertumbuhan pribadi—adalah rasa takut. Takut ditolak, takut kehilangan, takut tidak cukup. Ketakutan-ketakutan ini adalah ilusi yang membuat kita terjebak dalam zona nyaman. Hanya dengan menghadapi ketakutan kita bisa memilih cinta, kita dapat terbebas.

 

Dengan mencintai orang lain, kita membuka diri terhadap ketidakpastian dan kerentanan. Namun, justru dalam ruang keterbukaan inilah kita menemukan kebenaran terdalam dan mulai bertransformasi. Mencintai orang lain menjadi sebuah tindakan keberanian, sebuah lompatan keyakinan yang menuntun pada kedewasaan emosional dan spiritual.

 

Bayangkan apa yang akan terjadi jika ribuan guru hatinya dipenuhi cinta. Mereka akan mengajarkan kerendahan hati. Cinta merendahkan hati kita, mengingatkan kita bahwa kita bukanlah pusat alam semesta. Cinta memanggil kita untuk melayani, untuk mendahulukan kebutuhan orang lain di atas kebutuhan kita sendiri, dan untuk mengakui keterkaitan semua makhluk.

 

Dalam pengalaman nyata mencintai, para guru itu akan mentransformasi dirinya dan lingkungannya. Dalam setiap tindakan mencintai, orang-orang yang kita cintai menjadi cermin yang memantulkan gambar tentang siapa diri kita. Melalui mencintai, kita tumbuh. Dalam proses mencintai, kita didorong untuk berani melampaui titik batas kita sendiri. Dalam seluruh kisah sedih dan gembiranya, mencintai adalah langkah krusial untuk transformasi diri.

Dengan mencintai orang lain, kita berpartisipasi dalam kisah dunia yang terus berkembang. Dengan mencintai, kita berkontribusi pada siklus memberi dan menerima yang memelihara semua kehidupan.

 

Ahmad Inung (Sekretaris Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Kementerian Agama RI)

 

Tulisan ini sebelumnya terbit di arina.id dengan judul sama.

 

Sumber: https://www.arina.id/mozaik/ar-yshfk/mengajar-cinta--mengimajinasikan-kehidupan-yang-terawat


Editor: Rizki Dewi Ayu

Fotografer: Istimewa