Opini
Mengamalkan Iman, Melestarikan Lingkungan Menjaga Hubungan Harmonis Tuhan- Alam - Manusia (Tian 天 -Di 地 - Ren 人)
Penulis
Oleh: Sugiandi Surya Atamaja, Rohaniwan Khonghucu,
JFAK Ahli Muda Pusat Bimbingan dan Pendidikan Khonghucu Sekjen Kemenag RI
Jakarta (BMBPSDM)---Perubahan iklim yang ekstrem, tercemarnya tanah, air, udara akibat krisis ekologis yang semakin meningkat yang tentunya berdampak keberlangsungan kehidupan manusia. Hal ini tidak terlepas dari deforestasi dan perusakan hutan. Menurut Interfaith Rainforest Initiative (IRI) di dalam buku yang diterbitkan pada tahun 2020 dengan judul, ”Resources Guide on Rainforest Protection for Religious Communities” di dalam Bab I halaman 11 & 16,) “Penggundulan hutan terkait dengan peningkatan penularan banyak penyakit dari satwa liar ke manusia, karena interaksi manusia-hewan meningkat di area hutan yang hilang dan terfragmentasi. Penyakit yang berpindah dari hewan ke manusia — dikenal sebagai penyakit zoonosis — diperkirakan meliputi 60 persen dari semua penyakit menular dan sekitar 75 persen penyakit menular yang baru muncul. Hal ini termasuk sejumlah penyakit yang berdampak signifikan terhadap kesehatan global, termasuk COVID-19, SARS, Ebola, zika, malaria, demam berdarah, virus West Nile, dan HIV-AIDS.”.
Hadirnya Buku Ekoteologi Kementerian Agama yang direncanakan akan launching pada akhir Oktober 2025, dapat rujukan sebagai buku panduan ekoteologi yang dapat dikembang pada masing-masing Direktorat Agama/Kepala Pusat, karena Buku Ekoteologi ini disusun menurut pandangan masing-masing agama yang memandang bahwa Tuhan, manusia dan alam semesta berjalan harmonis dan beriringan sesuai konsep keseimbangan Yin 阴 dan Yang 阳. Hadirnya buku ini, bagian dari Asta Protas 2025-2029 Kementerian Agama RI yang mengintegrasikan antara iman, ilmu dan perilaku bakti manusia untuk merawat alam semesta berdasarkan konsep Sancai 三才 (Hubungan harmonis antar Tuhan, Manusia dan Alam 天 地 人).
Ekoteologi Khonghucu Berlandaskan Konsep San Cai 三 才: Hubungan harmonis antara langit (Tian 天), bumi (Di 地), dan manusia (Ren 人).
Ekologi Khonghucu mengajarkan konsep San Cai 三 才, dimana bertujuan untuk menjaga hubungan harmonis antara langit (Tian 天), bumi (Di 地), dan manusia (Ren 人). Ketiga hubungan ini semestinya berjalan dan berkembang secara bersamaan, ketiganya saling keterkaitan agar kehidupan tetap terpelihara dan lestari. Maka disabdakan dalam Kitab Zhong Yong/Tengah Sempurna Bab Utama: 5. "Bila terselenggara Tengah (Zhong 中) dan Harmonis (He 和), maka kesejahteraan akan meliputi langit dan bumi, segenap makhluk dan benda akan terpelihara.”
Buku ini memberi panduan umat beragama, khususnya umat Khonghucu dalam berperilaku nyata yang berorientasi pada perilaku bakti (xiao 孝) dan satya-tepa salira (Zhong Shu 忠 恕 ) terhadap lingkungan alam semesta. Buku ini juga, memberi pengetahuan tentang bagaimana mewujudkan suatu perilaku bajik untuk memuliakan Tian 天 (Tuhan YME) dengan harmonis kepada sesama manusia dan bumi dengan berbagai perilaku bajik yang wajib dilakukan dan memahami Jalan Suci Bumi (Di Dao 地道) dengan berbagai tanda-tanda yang menyertainya.
Semua hubungan antara Tuhan YME-Manusia dan Alam tetap dilandasi oleh ajaran Khonghucu paling dalam, yaitu filosofi Yin Yang 阴阳. Filosofi ini berlandaskan keseimbangan dan keharmonisan yang berkaitan dengan memuliakan hubungan; manusia dengan manusia, manusia dengan alam dan manusia dengan Sang Maha Pencipta (Tian 天). Penerjemahan konsep Yin Yang 阴阳 dalam bentuk perilaku hidup keseharian merupakan tuntutan utama ajaran Khonghucu. Berdasarkan ajaran Khonghucu tersebut, setidaknya ada tiga nilai utama yang menjadi lansiran ekoteologinya: 1) Penghargaan terhadap kesemestaan (lingkungan sekitar dan makhluk hidup yang ada di dalamnya). 2) Adanya konsepsi keseimbangan Yin Yang 阴阳 yang mewajibkan manusia harus berada pada keseimbangan semesta yang telah diatur sedemikian rupa. 3) Adanya tiga hubungan penting: Tuhan-manusia-alam, yang di dalamnya sarat dengan konsekuesi dan kompensasi jika dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan ketetapan Jalan Suci Tian (Tian Dao 天道) dan Jalan Suci Bumi (Di Dao 地道).
Mencontoh Perilaku Para Nabi dalam Ekologi
Buku Ekoteologi: Mengamalkan Iman, Melestarikan Lingkungan, telah menggambarkan bagaimana para nabi zaman dahulu memperlakukan alam semesta secara bijak. Di dalam Kitab Li Ji (禮 記) XXI (Ii): 13, disebutkan. “Pohon-pohonan dipotong hanya bila tepat waktunya. Burung, hewan dipotong hanya bila tepat pada waktunya.” Nabi bersabda: “Sekali menebang pohon, sekali memotong hewan, tidak tepat pada waktunya, itu tidak berbakti.
Begitupula dalam hal menangkap ikan dan kura-kura sangatlah diperhatikan dalam ukuran mata jala, agar ikan dan kura-kura yang masih bayi tidak terperangkap dan dimakan. Sehingga regenerasi tetap terjaga dan tidak punah, ekosistem tetap terjaga. Maka disabdakan, “Jangan diperkenankan penggunaan jala bermata rapat untuk menangkap ikan, sehingga ikan dan kura-kura tidak kurang untuk dimakan” Meng Zi Bab IA: 3.4.
Manusia Ekologis Yang Mencintai Alam Semesta
Manusia diciptakan Tuhan YME sebagai makhluk yang sempurna, diberikan akal dan pikiran, jiwa dan roh yang di dalamnya terdapat hati nurani (nur) yang merupakan percikan benih Kebajikan Tuhan YME. Untuk itulah sebagai makhluk yang sempurna, manusia diamanatkan Tuhan YME untuk menjaga, merawat, mengelola dan mengembangkan alam semesta ini secara bijaksana. Karena, dengan lestarinya alam ini tentunya memberikan kemanfaatan bagi kehidupan manusia itu sendiri. Makanan dan minuman yang manusia butuhkan berasal dari alam, air, sayuran dan buah-buahan yang manusia makan sehari-hari berasal dari alam, hewan-hewan yang dikonsumsi manusia berasal dari alam. Oksigen yang manusia hirup sepanjang hari berasal dari pepohonan dan tumbuhan, semua sandang, pangan dan papan berasal dari alam. Begitulah manusia dapat hidup, tumbuh dan berkembang karena bumi dan alam yang telah menyediakannya.
Sehingga mencintai dan menjaga alam semesta menjadi keharusan bagi setiap umat manusia, agar anak dan cucu, generasi berikutnya dapat menikmati keindahan dan kemanfatan alam ini. Pemahaman sederhana ini, bagi setiap orang dewasa tentunya sangatlah dimengerti, namun adakah kesadaran individu manusia untuk melakukan perintah Tuhan YME untuk menjaga alam semesta ini? Jawabannya, kembali kepada keegoisan dan pengendalian nafsu setiap individu manusia.
Manusia semestinya menyadari, kerusakan alam yang dilakukan akan membawa dampak negatif bagi keberlangsungan hidup manusia itu sendiri. Namun, karena kepentingan ekonomi dan gaya hidup pribadi atau sekelompok orang, alam seringkali dieksploitasi tanpa memperhatikan keseimbangan ekosistem yang membuat keharmonisan alam terganggu. Perbuatan melanggar Hukum Suci Tian dan Hukum Suci Bumi (Tian Li 天理 dan Li Dao 理道)., tentunya akan berakibat kepada manusia itu sendiri, karena ketika alam dirusak akan terjadi ketidak harmonis. tentunya akan ada ketidakseimbangan di antara satu sistem dengan sistem yang lain atau ekosistem alam dengan ekosistem alam yang lain. Untuk itulah sebagai manusia yang berakal budi, semestinya memahami ilmu ekologi agar memanfaatkan sumber daya alam dengan baik dan benar.
Negara Indonesia memiliki hutan tropis terbesar di Asia yang dihuni berbagai macam varian tumbuhan dan hewan. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas karena Indonesia berada di garis khatulistiwa, ketika hutan dieksploitasi dengan penebangan secara serampangan tanpa memperhatikan ekoteologi sehingga membuat hutan menjadi rusak dan gundul. Di saat hujan deras berakibat bencana tanah longsor dan banjir di pemukiman warga, dikarenakan pepohonan di hutan tidak lagi menjadi resapan air dan menahan derasnya hujan. Begitupula penambangan yang tanpa memperhatikan ekologi lingkungan akan berakibat pada Air dan udara sekitar tambang akan tercemar, panas bumi semakin meningkat dan rusaknya ekosistem sekitar tambang dan akan menimbulkan bencana alam.
Alam semesta beserta isinya diperkenankan Tuhan YME untuk dimanfaatkan dan dipergunakan oleh manusia, asalkan memperhatikan keseimbangan dan keberlanjutan. Ada alam yang dapat diperbaharui, ada juga alam yang tidak dapat diperbaharui, namun apapun pemanfaatan kekayaan alam secara exporadis yang berdampak pada hajat orang banyak diperlukan analisis mendalam tentang dampak lingkungan (AMDAL).
Buku Ekoteologi: Mengamalkan Perilaku Bakti Terhadap Alam
Merawat alam bentuk dari perilaku berbakti dan berbakti kepada alam merupakan bagian dari peribadatan dalam agama Khonghucu. Bakti merupakan salah satu inti ajaran dalam agama Khonghucu, seperti sabda Nabi Kongzi yang terdapat pada Kitab Bakti / Xiaojing I.4, “Sesungguhnya Laku Bakti itu Pokok Kebajikan, dari-Nya-lah ajaran Agama berkembang.”
Bakti atau Xiao 孝 bila dijabarkan dari radikal hurufnya adalah Lao 老 dan Zi 子 yang dapat diartikan memuliakan hubungan antara yang muda dengan yang tua, namun kata memuliakan memiliki arti yang sangat dalam, yaitu memuliakan hubungan kepada semua isi alam semesta. Dengan demikian, makna perilaku bakti tidak hanya untuk kepada sesama manusia, tetapi juga meluas pada hubungan antara manusia dengan alam.
Cendikiawan Khonghucu bernama Xunzi (akhir abad ke-4 SM) mengatakan: “Langit dan Bumi adalah akar kehidupan, leluhur adalah akar dari spesies manusia, dan penguasa serta guru adalah akar ketertiban. Jika tidak ada Langit dan Bumi, bagaimana mungkin ada kehidupan? (Xunxi, IX, trans. De Bary dan Bloom, hal. 175).
Buku Ekoteologi: Mengamalkan Iman, Melestarikan Lingkungan yang segerah di-launcing pada akhir bulan Oktoberi 2025, secara khusus dapat dijadikan tuntunan bagi umat Khonghucu untuk kembali kepada konsep hidup San Cai 三 才, hidup harmonis antara manusia dengan Tuhan YME, manusia dengan manusia, manusia dengan alam semesta. Mengembalikan tata letak tempat Ibadah Kelenteng dan tempat tinggal yang asri dengan berbagai tanaman dan tumbuhan serta sentuhan hewan berlandaskan pada ilmu Feng Shui (Feng itu angin dan Shui itu Air). Dengan segala Tindakan sederhana untuk membiasakan diri membuang sampah pada tempatnya, kesadaran untuk menanam pohon dan melestarikan alam di sekitar rumah. Untuk itu semua, marilah membaca, mempraktikkan ajaran dalam Buku Ekoteolagi Kementerian Agama RI. ini agar tanah, air dan udara tetap asri, demi bumi nusantara berseri dari generasi ke generasi.
Editor: Dewi Ayu Indah Diantiningrum
Fotografer: -
Terkini
BLA Semarang Terima SK Pembentukan UPZ dari BAZNAS Kota Semarang
27 Oct 2025
Berita
Wajib Tahu! Inilah Pentingnya Penguatan Moderasi Beragama di Kalangan Pemuda
27 Oct 2025
Berita
Pelatihan Moderasi Beragama di Jawa Barat: Wujudkan Pemuda Toleran dan Siap Berdaya Saing!
27 Oct 2025
Berita
Serius Kembangkan Pesantren Ramah Anak, Menag: Kita Bentuk Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan
26 Oct 2025
Berita
Bertolak ke Vatikan, Menag Hadiri Pertemuan Internasional untuk Perdamaian
26 Oct 2025
Berita
Opini Lainnya
Buku Ekoteologi: Mengamalkan Dharma, Menghidupkan Ecoreligiocultural
23 Oct 2025
Langit Berbahasa, Langit Bercerita
22 Oct 2025
oleh Jafar Shodiq
Apologet terhadap Narasi Tunggal tentang Pesantren: Melihat dari Sejarah Kaya Kyai, Santri, dan Tradisi Asrama di Indonesia
22 Oct 2025
Menyambut Buku Ekoteologi: Merangkul Spiritualitas Interbeing Manusia dan Alam
22 Oct 2025
oleh Dewi Ayu Indah Diantiningrum
Ketika Pesantren Disalahpahami: Tafsir Tunggal di Era Digital
21 Oct 2025
oleh Firman Nugraha