Memuat...

BMBPSDM Kementerian Agama RI

Memuat halaman...

Layanan Disabilitas

Ukuran Teks

Kontras

Pembaca Teks

Opini

Analisis Singkat: Pro dan Kontra Milestone Ekoteologi Nasional (2025–2030)

RP Ignatius Ismartono SJ

Penulis

Kamis, 13 November 2025
Analisis Singkat: Pro dan Kontra Milestone Ekoteologi Nasional (2025–2030)
RP Ignatius Ismartono SJ Pastor Mahasiswa di Keuskupan Agung Jakarta

Oleh: RP Ignatius Ismartono SJ

Pastor Mahasiswa di Keuskupan Agung Jakarta

 

 Milestone Ekoteologi Nasional yang disusun Kementerian Agama RI merupakan langkah strategis untuk mengintegrasikan nilai-nilai keagamaan dalam pembangunan berkelanjutan dan pelestarian lingkungan. Rencana ini terbagi dalam enam fase (2025–2030), dimulai dari penyusunan kebijakan hingga evaluasi nasional.

Kekuatan dan Peluang (Pro)

Program ini memiliki sejumlah keunggulan. Pertama, perencanaannya sangat sistematis dan terukur, memungkinkan proses implementasi dan evaluasi berjalan efektif. Kedua, ia menyatukan iman dan kebijakan publik dengan mengaitkan ajaran agama pada tujuan nasional seperti Net Zero Emission 2060 dan Sustainable Development Goals (SDGs). Pendekatan ini memberi dasar moral dan spiritual bagi kebijakan ekologis Indonesia.

Ketiga, keterlibatan lintas agama dan lintas sektor memperkuat solidaritas kebangsaan dan memperluas jangkauan aksi nyata di lapangan. Inisiatif seperti Kampung Iklim berbasis Ekoteologi dan Tempat Ibadah Ramah Lingkungan memberdayakan komunitas akar rumput untuk mempraktikkan iman yang berwawasan ekologis. Keempat, integrasi kurikulum ekoteologi di lembaga pendidikan agama menjamin keberlanjutan kesadaran ekologis di generasi muda.

Selain itu, sistem penghargaan nasional dan indikator capaian yang jelas memberi insentif positif bagi pelaksana di lapangan. Tahapan akhir (2029–2030) juga mendorong inovasi teknologi dan praktik ekologis yang terinspirasi oleh nilai-nilai iman, membuka ruang kolaborasi akademik dan spiritual.

Kelemahan dan Tantangan (Kontra)

Namun demikian, implementasi program ini menghadapi beberapa tantangan serius. Keberhasilannya sangat bergantung pada komitmen politik, koordinasi lintas lembaga, dan kesinambungan birokrasi. Tanpa dukungan anggaran dan kepemimpinan yang kuat, milestone ini berisiko mandek di tataran administratif.

Ada pula bahaya formalisasi spiritualitas, yakni ketika “ekoteologi” hanya menjadi jargon kebijakan tanpa transformasi rohani yang mendalam. Di beberapa daerah, kapasitas sumber daya manusia dan infrastruktur terbatas, sementara sebagian kelompok mungkin menolak istilah “ekoteologi” karena dianggap asing atau tidak sesuai tafsir doktrin mereka.

Selain itu, pengukuran dampak spiritual sulit dilakukan secara kuantitatif; perubahan kesadaran ekologis tidak selalu tercermin dalam angka. Di sisi lain, inovasi berbasis spiritualitas memerlukan dukungan riset dan pendanaan yang signifikan agar tidak berhenti pada simbolisme.

Kesimpulan

Milestone Ekoteologi Nasional adalah tonggak penting bagi transformasi ekospiritual bangsa Indonesia. Ia menawarkan kerangka sinergi antara iman, kebijakan publik, dan tanggung jawab ekologis. Namun agar efektif, program ini harus dijaga dari bahaya birokratisasi iman, diperkuat dengan pendidikan kritis, dan dikawal oleh komunitas lintas agama yang sungguh hidup nilai-nilai ekologinya.

 


Editor: Dewi Ayu Indah Diantiningrum

Fotografer: -