Opini
Menjaga Indonesia dengan Jiwa Moderat
Penulis
Oleh. Moch. Muhaemin
Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang
Momen Hari Pahlawan setiap tanggal 10 November bukan sekadar nostalgia atas sejarah. Sebaliknya ajakan untuk meneladani semangat pengorbanan para pejuang dalam menghadapi tantangan zaman.
Jika dahulu para pahlawan bertempur melawan penjajah dengan senjata dan darah, kini tantangan hadir dalam bentuk yang lebih halus. Misalnya, perpecahan sosial, ekstremisme, dan intoleransi yang perlahan menggerogoti sendi-sendi kebangsaan.
Dalam konteks inilah, perjuangan menjaga moderasi beragama menjadi fondasi penting bagi keutuhan Indonesia. Kementerian Agama RI (2019) menegaskan bahwa moderasi beragama bukanlah upaya melemahkan keyakinan. Sebaliknya menjadi jalan tengah agar agama tetap menjadi sumber kedamaian, bukan sumber perpecahan.
Era Digital
Di ruang digital yang seharusnya menjadi tempat berbagi pengetahuan dan memperluas empati, justru tumbuh bibit-bibit permusuhan yang mengancam persaudaraan sebangsa. Padahal, sebuah bangsa hanya akan tumbuh besar bila rakyatnya mampu hidup berdampingan dalam perbedaan.
Survei Setara Institute tahun 2024 menunjukkan masih adanya peningkatan kasus intoleransi di ruang publik, baik di dunia maya maupun di dunia nyata. Ironisnya, sebagian tindakan intoleran justru dilakukan oleh mereka yang merasa sedang membela agama.
Saat ini, medan juang kita bukan di garis depan peperangan, melainkan di ruang digital, ruang publik yang paling ramai sekaligus paling rawan. Di sana, informasi berlari lebih cepat daripada kebenaran. Algoritma media sosial sering kali lebih menyukai yang provokatif ketimbang yang mencerahkan.
Dalam situasi seperti ini, salah satu bentuk kepahlawanan di media sosial yakni, menjadi influencer kebaikan. Mereka yang memilih membagikan narasi damai, menulis konten edukatif, dan melawan hoaks dengan data serta empati.
Tindakan semacam ini mungkin tidak terdengar heroik dalam arti konvensional, tetapi justru paling relevan di era ketika perang terjadi dalam ruang wacana.
Kepahlawanan digital bukan tentang seberapa viral sebuah unggahan, namun seberapa besar pengaruhnya dalam menumbuhkan kesadaran dan memperkuat rasa kemanusiaan.
Di tengah derasnya arus kebencian dan misinformasi, satu unggahan yang menyejukkan bisa menjadi penyelamat bagi banyak orang dari jebakan prasangka dan amarah.
Menjadi pahlawan saat ini, cukup dengan menjaga tutur di dunia maya, menolak menyebarkan kebencian, serta menegakkan kebenaran dengan cara yang beradab.
Karena sejatinya, di era digital ini, kepahlawanan bukan lagi tentang siapa yang paling lantang, tetapi siapa yang paling menenangkan.
Pahlawan dan Jiwa Moderasi
Jika menengok sejarah, banyak tokoh kemerdekaan Indonesia merupakan figur yang moderat dalam beragama. Bung Hatta, misalnya, dikenal sebagai Muslim yang taat sekaligus pemikir rasional yang menolak fanatisme. Ia berpendapat bahwa seorang Muslim seharusnya mengamalkan “ilmu garam,” bukan “ilmu gincu.” Artinya, kehadiran seorang Muslim seharusnya membawa nilai-nilai Islam yang menyejukkan di tengah masyarakat, meskipun tanpa perlu menonjolkan penampilan lahiriah atau label keagamaan (Maarif, 2017).
Demikian pula KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Ahmad Dahlan, dua tokoh besar Islam yang meneladankan pentingnya keseimbangan, ilmu, dan kemanusiaan universal. Bagi mereka, perjuangan kemerdekaan merupakan bagian dari ibadah. Membela tanah air berarti membela kemanusiaan, sebagaimana tertuang dalam kaidah hubbul wathan minal iman, cinta tanah air adalah bagian dari iman.
Pahlawan masa kini bisa jadi adalah guru yang sabar mengajar di pelosok, pemuka agama yang menolak kekerasan, jurnalis yang menulis dengan integritas, atau mahasiswa yang berani menentang intoleransi di kampus.
Mereka berjuang tanpa senjata dan tanpa pangkat, tetapi dengan nilai dan keberanian moral. Sebagaimana diingatkan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). “Agama tanpa kemanusiaan adalah kebutaan, dan kemanusiaan tanpa agama adalah kebingungan” (Abdurrahman Wahid, Islamku, Islam Anda, Islam Kita, 2006). Pesan ini semakin relevan di era ketika tafsir keagamaan sering kali dipersempit dalam ruang-ruang digital yang riuh oleh klaim kebenaran tunggal.
Di titik inilah, setiap warga negara memiliki peluang untuk menjadi pahlawan moderat, yakni mereka yang menjaga kata sebelum diucapkan. Kemudian, menimbang sikap sebelum disebarkan, dan berpihak pada kemanusiaan di atas identitas.
Dalam dunia yang kian terbelah, bangsa ini tidak kekurangan orang pintar, tetapi sering kekurangan orang bijak. Kita membutuhkan lebih banyak pahlawan yang menjembatani, bukan memisahkan, yang menenangkan, bukan memanaskan.
Moderasi beragama memberi arah moral agar bangsa tetap kokoh dan tidak mudah terprovokasi oleh sentimen sektarian. Pahlawan sejati hari ini bukanlah mereka yang merasa paling benar, tetapi mereka yang berani mengakui keterbatasan diri dan membuka ruang dialog.
Pada akhirnya, pahlawan bukan hanya mereka yang gugur di medan perang. Tetapi juga mereka yang terus berjuang mempertahankan kemanusiaan di tengah zaman yang penuh perpecahan.
Di era digital seperti sekarang, sikap moderat adalah bentuk keberanian. Ia menuntut keteguhan hati dan kejernihan pikiran untuk tetap mempererat nilai-nilai persaudaraan di tengah maraknya ujaran kebencian ruang publik.
Maka, saat kita mengenang jasa para pahlawan, marilah kita lanjutkan perjuangan mereka dengan cara menjadi pahlawan moderat. Yang menjaga keseimbangan antara iman dan kemanusiaan, antara keyakinan dan toleransi. Sebab bangsa ini hanya akan tumbuh kuat jika rakyatnya mampu hidup berdampingan dalam perbedaan, sebagaimana cita-cita para pendiri bangsa dahulu.
Editor: Rizki Dewi Ayu
Fotografer: -
Terkini
MOOC Pintar Lampaui Target Nasional: 1.304.546 Peserta Telah Belajar Sepanjang 2025
16 Nov 2025
Berita
Kemenag RI Buka Pelatihan Ekoteologi 2025: Wujudkan ASN Peduli Bumi dengan Perspektif Keagamaan
16 Nov 2025
Pengumuman
Ekoteologi Jadi Kerangka Baru Pelestarian Lingkungan Berbasis Nilai Keagamaan
15 Nov 2025
Berita
Victor Rembeth: Kolaborasi Lintas Agama Penting dalam Penanggulangan Bencana
15 Nov 2025
Berita
Di Hadapan Mahasiswa Lintas Agama, Kaban Dhani Serukan Pesan Moderasi Beragama
15 Nov 2025
Berita
Opini Lainnya
Ancaman Iklim Ekstrem terhadap Kelayakan Ibadah Haji: Perlunya Regulasi Usia dan Layanan Lansia yang Adaptif
14 Nov 2025
oleh Ardiyanto Hasugian
Analisis Singkat: Pro dan Kontra Milestone Ekoteologi Nasional (2025–2030)
13 Nov 2025
Menjadi Analis Kebijakan yang Profesional: Antara Kemampuan Teknis dan Integritas Etika
11 Nov 2025
oleh Ardiyanto Hasugian
Ekoteologi: Dari Perintah Agama Menuju Kedaulatan Ekologis
11 Nov 2025
Pahlawan dan Penjahat
10 Nov 2025
oleh Ahmad Inung