Memuat...

BMBPSDM Kementerian Agama RI

Memuat halaman...

Layanan Disabilitas

Ukuran Teks

Kontras

Pembaca Teks

Opini

Reposisi Widyaiswara Ahli Utama Pasca Keputusan Menteri Agama Nomor 1150 Tahun 2025

Senin, 13 Oktober 2025
Reposisi Widyaiswara Ahli Utama  Pasca Keputusan Menteri Agama Nomor 1150 Tahun 2025
Sudirman A. Lamadike, Analis SDM Aparatur Ahli Madya pada BMBPSDM Kementerian Agama.

Jakarta (BMBPSDM)---Diskusi panjang tentang formasi, sebaran, dan penempatan widyaiswara di lingkungan Kementerian Agama RI kini telah mendapatkkan kejelasan secara hukum. Dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 1150 Tahun 2025, memberi penegasan tentang penempatan jabatan fungsional widyaisawra sesuai dengan pangkat dan jabatan masing-masing. Peraturan ini menjadi acuan bagi kepegawaian untuk segera melakukan reposisi tempat tugas widyaiswara, terutama widyaiswara ahli utama dengan pangkat golongan IV/d sampai dengan IV/e.

Dalam lampiran Keputusan Menteri Agama RI Nomor 1150 Tahun 2025 tentang Kedudukan dan Uraian Tugas Jabatan Fungsional dan Jabatan Pelaksana dalam Peta Jabatan pada Kementerian Agama pada Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Agama RI disebutkan bahwa dalam jabatan manajerial Kepala Pusat Pengembangan Kompetensi Manajemen, Kepemimpinan, dan Moderasi Beragama serta Kepala Pusat Pengembangan SDM Pendidikan dan Keagamaan membawahi jabatan fungsional widyaiswara ahli utama.

Dalam poin ini ditegaskan bahwa kedudukan dalam jabatan widyaiswara ahli utama berada di bawah kepala pusat, sesuai dengan jenis jabatan widyaiswara. Sehingga penempatan widyaiswara ahli utama secara otomatis mengikuti peraturan terbaru ini, yaitu harus segera direposisi penempatannya di kantor Pusat Pengembangan yang saat ini berlokasi di Ciputat.

Sedangkan jabatan manajerial Kepala Balai Pendidikan dan Pelatihan Keagamaan jabatan tertinggi di satuan kerja adalah widyaiswara ahli madya. Dengan demikian, jabatan widyaiswara ahli pertama, ahli muda, dan ahli madya inilah yang berkedudukan dan bertempat di Balai Pendidikan dan Pelatihan Keagamaan serta Loka Pendidikan dan Pelatihan Keagamaan yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia. Saat ini terdapat 14 Balai Diklat Keagamaan dan 2 Loka yang membina para widyaiswara dengan berbagai jenjang.

Sebagaimana data kepagawaian Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan SDM Kemenag RI, saat ini jumlah widyaiswara ahli pertama sebanyak 34 orang, widyaiswara ahli muda 67 orang, widyaiswara ahli madya 200 orang, dan widyaiswara ahli utama 30 orang. Sebaran widyaiswara inilah yang perlu dievaluasi agar kedudukan dan penempatannya sesuai dengan peraturan terbaru yang harus dijalankan.

Pertanyaannya, bagaimana kalau widyaiswara ahli utama tetap berada di Balai Pendidikan dan Pelatihan Keagamaan?. Sementara penempatan semestinya berada di Kantor Pusat Pengembangan Kompetensi (Pusbangkam MKMB dan Pusbangkom SDMPK). Perbincangan para widyaiswara saat ini juga melebar pada poin penetapan bagian keduabelas KMA 1150 tahun 2025 yang berbunyi pada saat pegawai menduduki jenjang jabatan fungsional tidak terdapat dalam lampiran II keputusan ini, pejabat fungsional dimaksud tetap didudukkan pada unit kerjanya sampai memasuki pasa purnabakti dan tidak boleh ada pengisian jenjang jabatan fungsional dimaksud.

Poin ini, menurut saya, sudah jelas dan bisa dipahami, tidak ada kaitannya dengan reposisi widyaiswara ahli utama. Dalam poin ini jelas berbunyi hanya jabatan fungsional yang tidak ada dilampiran II keputusan Menteri ini. Sementara widyaiswara ahli utama jelas ada disebut dalam lampiran KMA ini. Maka, widyaiswara harus ditempatkan sesuai kedudukan yang semestinya, apakah di Pusat Pengembangan Kompetensi atau di Balai Diklat Keagamaan dan atau Loka Diklat Keagamaan.

Terkait dengan widyaiswara ahli utama yang tetap ingin bertempat di Balai Diklat Keagamaan, sebenarnya sudah tidak berdasar pada regulasi. Sehingga ini adalah ranah diskusi baru pasca terbitnya KMA 1150 ini. Ada yang mengatakan tetap boleh namun besaran tunjangan kinerjanya disetarakan dengan widyaiswara ahli madya. Dengan alasan yang bersangkutan tidak menjalankan tugas pokok dan fungsi sebagaimana mestinya.

Untuk diketahui tupoksi widyaiswara  dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2024 tentang Jabatan Fungsional di Bidang Pengembangan Kapasitas dan Pembelajaran Aparatur Sipil Negara disebutkan bahwa jabatan fungsional adalah sekelompok jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu. Secara lebih fokus, jabatan fungsional widyaiswara adalah jabatan yang mempunyai tugas dan ruang lingkup kegiatan untuk melakukan kegiatan meliputi pembelajaran, pengembangan program pelatihan, dan penjaminan mutu program pelatihan. Ini dapat dimaknai, widyaiswara itu tugasnya berbasis keahlian dan keterampilan dan ada hirarkhi penugasan sesuai dengan jabatan dan golongan yang dimiliki.

Dalam pasal 12 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2024 ini sangat tegas widyaiswara utama punya tugas pengembangan program pelatihan. Pertanyaannya, pengembangan program pelatihan ini siapa yang harus melaksanakan? Jawabannya adalah di kantor Pusat Pengembangan. Balai Diklat Keagamaan tidak memiliki porsi dan wewenang lebih untuk melaksanakan pengembangan program pelatihan, karena ini akan menyangkut banyak hal mulai kewenangan menyusun Kursil, hingga silabus dan ToT widyaiswara pengampu mata diklat.

Sebagai penegasan lagi, jenis pelatihan yang harus diampu oleh widyaiswara ahli utama adalah pelatihan teknis tingkat tinggi, pelatihan sosial kultural tingkat tinggi, pelatihan manajerial bagi pejabat pimpinan tingkat tinggi, dan pelatihan jabatan fungsional sesuai jenjang. Pertanyaan kritisnya adalah, dimana dan siapakah unit kerja yang bisa melaksanakan jenis pelatihan untuk tingkat tinggi? Jawabannya, lagi-lagi adalah di kantor Pusat Pengembangan Kompetensi.

Pendapat kedua terkait widyaiswara ahli utama yang bertempat di Balai Diklat Keagamaan adalah tidak bisa dilaksanakan. Penempatan widyaiswara untuk tetap di Balai Diklat Keagamaan dan Loka Diklat Keagamaan jelas melanggar KMA Nomor 1150 Tahun 2025 yang telah sah menjadi regulasi terbaru.

Dari telaah regulasi dan peraturan perundang-undangan yang ada dapat disimpulkan bahwa formasi, sebaran, dan kedudukan widyaiswara ahli utama bertempat di kantor Pusat Pengembangan Kompetensi. Menurut penulis, jika widyaiswara ahli utama tetap ingin bertempat di Balai Diklat dan Loka maka harus dilakukan proses administrasi kepegawaian dengan menurunkan jabatan fungsional yang bersangkutan menjadi widyaiswara ahli madya. Karena jika dilaksanakan pilihan pertama, yaitu tetap jabatan ahli utama tapi tunjangan kinerja ahli madya juga tetap melanggar peraturan perundang-undangan, karena tunjangan kinerja tidak sesuai dengan kelas jabatan. Tulisan ini sebagai bahan diskusi bersama dan bahan pengambilan keputusan serta untuk mengakselerasi reposisi widyaiswara ahli utama pada tempat yang sesuai dengan regulasi.

 

 

 

 

 

 


Editor: Abas

Fotografer: -